Pemandangan tak biasa tersaji di Unfinished Coffee. Fasad dan pilar yang menyangga bangunan tampil hanya dengan plesteran semen. Bangunan kedai kopi di Jalan Langsat Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini tampak seperti belum selesai dibangun.
Barangkali, muka bangunannya saja yang belum terselesaikan. Namun saat memasukinya, suasana ruang-ruang yang mangkrak terlihat di sana sini. Dinding-dinding terkelupas yang menampakkan susunan batu bata merah bertebaran di berbagai sisi. Beberapa bagian dinding malah hanya dikamprot. Semen abu-abu ditemplokkan seadanya. Tanpa diaci.
Pilar-pilar penyangga pun menampakkan pecahan potongan-potongan bata. Demikian juga dengan tembok-tembok yang seolah runtuh sebagian dan belum sempat dirapikan. Sedangkan anak tangga dan lantai dalam keadaan polos dengan warna alami semen. Tanpa keramik atau bahan pelapis yang biasanya digunakan untuk mempercantik bangunan.
Lalu menengok ke atas, tampak batangan-batangan baja, menyangga atap bangunan. Tak ada plafon yang membatasi lantai dengan genting. Atap bangunan langsung menjadi langit-langit kedai. Sungguh tampilan yang tak umum untuk sebuah café. Apakah kedai belum selesai dibangun, namun telah difungsikan?
Mario Lawalata, pemilik Unfinished Coffee mengatakan, kedai kopinya sudah selesai dibangun. Bila tampak seperti belum selesai, itu karena konsep yang diambil. Namun ide ini tak sedari mula dipilihnya. Awalnya ia hanya menginginkan desain yang terbuka, untuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitarnya. Yaitu keberadaan area hijau seluas 3,6 hektar di seberang bangunan café. Taman Langsat. “Café di Jakarta dengan pemandangan taman? Kapan lagi?” katanya.
Karena itu rumah tinggal seluas 250 meter persegi tempat cafénya akan diletakkan, ditata ulang. Sekat-sekat di dalam bangunan tua yang kokoh itu dibongkar. Dinding, langit-langit dan bagian-bagian lainnya diperbaiki. Namun ketika plafond dibuka, didapati baja-baja tua sebagai penyangga atapnya. Terasa selain unik, juga lebih lapang dan tinggi. Tetapi café dengan bangunan tua dan langit-langit terbuka, tidak umum. “Maka kami desain tempat usaha ini sebagai bangunan yang belum jadi,” jelas Mario.
Dan konsep ‘unfinished’ tak berhenti pada fisik bangunan. Beberapa furnitur yang diletakkan di dalam café merupakan barang-barang recycle. Misalnya saja seperangkat kursi besi putih kuno dan meja dari bathtub bekas yang dihadirkan di taman teras belakang. Atau kayu dan kaca-kaca yang dirangkai menjadi pigura kaca.
“Unfinished artinya sesuatu yang belum selesai.” Tambah Mario. Bisa belum selesai dikerjakan, tidak selesai, atau dibiarkan tidak selesai. Bisa pula berarti belum selesai kegunaannya. Maka selain penggunaan ulang bathtub, tamu-tamu bisa melihat daun jendela usang dan kaki mesin jahit tua yang diubah fungsinya menjadi bagian meja.
Menariknya konsep belum selesai, belum berhenti. Kalimat-kalimat yang berhubungan dengan sesuatu yang belum berakhir, menghiasi dinding-dinding bangunan. Di teras samping yang menjadi jalan masuk ke café misalnya, terlihat mural bertuliskan: You & I will always be unfinished bussines. Lukisan berupa tatanan huruf, ditemui juga di dinding tepat di atas meja kasir: an unfinisihed feeling. Sementara di dalam meeting room terdapat tipografi yang sangat bermakna: It’s not failure, it’s unfinished success.
Pesan yang dalam. Belum dapat mencapai sesuatu dimaknai sebagai kesuksesan yang tertunda. Bukan kegagalan. Mario Lawalata sendiri memimpikan sebuah tempat hangout sejak lama. “Rencana membuat café itu sudah sepuluh tahun lalu,” ungkapnya. Dan semuanya baru terwujud di Maret 2021 saat Unfinished Coffee dibuka.
Dan di tempat yang unik ini, tamu-tamu bisa memesan berbagai menu. Sajian kopinya yang khas: kopi susu regal. Rasa manis kopinya berasal dari biskuit. Yang juga spesial adalah kudapan seperti Panada, Banofee dan cheese cake yang banyak disukai tamu. Atau minuman non kopi seperti tea milk dan chocolate serta main course: Nasi Kucing yang porsinya cukup banyak dan Spaghetti Brulle. Menikmatinya sambil memandang kehijauan pepohonan di depan sana.
Penulis : Delrino K, Siti Nurbaiti
Foto Foto : Delrino K, dok. Unfinished Coffee
Leave a Reply