Barangkali Anda yang di seputaran ibukota Jakarta tiba-tiba kangen dengan Yogyakarta. Ingin menikmati gudeg atau mangut lele dan sambel krecek. Arahkan saja kendaraan Anda ke kawasan Cibubur. Di sana ada tempat makan yang enak. Namanya: Lawang Jogja Coffee & Resto.
Seperti namanya, tamu-tamu yang tiba di restoran ini merasa seperti berada di satu sudut Yogyakarta. Di depan mereka berdiri pendopo yang dinding-dindingnya terbuka. Atap genteng, pilar-pilar kayu, bangku dan kursi-kursi serta meja-meja jati yang berjajar di teras bangunan, membangun suasana yang sangat khas. Apalagi saat memasukinya lebih ke dalam lagi.
Bangunan resto terdiri dari dua bagian. Pendopo terbuka yang difungsikan sebagai teras dan bangunan utama dari kayu tertutup dengan pintu dan jendela. Ukuran pintu masuknya cukup lebar, namun tingginya yang di bawah rata-rata pintu, seperti kebanyakan rumah tradisional Jawa. Bahkan lebih rendah dari tinggi orang kebanyakan. Membuat tamu-tamu harus membentuk sikap sopan yakni sedikit menundukkan kepala, saat memasukinya.
Dua patung punakawan di depan bangunan utama, juga membawa tamu-tamu masuk ke dalam suasana Jawa. Di dalam bangunan, pernik dan perabotan yang tertata cantik makin memperkuat ‘rasa’ Yogyakarta yang dihadirkan. Ada sepeda ontel, topi-topi bambu yang biasa dikenakan petani di sawah, kipas anyaman bambu, lemari-lemari jati serta perangkat kursi-kursi tamu bernuansa jadul.
Mulai beroperasi April 2021, Lawang Jogja termasuk café baru. Meski demikian resto berkapasitas 65 tamu ini segera menjadi tempat yang banyak dikunjungi karena spot foto tradisional yang menarik. Dinding pagar café misalnya, dihiasi dengan deretan daun-daun pintu bekas rumah lawas. Perpaduan warnanya yang cerah membuat kehadirannya mencolok. Pemandangan halaman café makin unik dengan keberadaan kursi-kursi era 70 an yang biasa dipakai ketika hajatan di kampung atau rapat di kelurahan.
Pemiliknya, JL. Sihombing bercerita, sudah sejak lama ia ingin membuka resto. Ia pun mencari tahu café seperti apa kira-kira yang pas untuk sebuah tempat tersembunyi di kawasan Cibubur. Kesukaannya pada suasana Jogja membawanya pada putusan usaha café dan resto bernuansa Jawa. Ia lalu membeli dan memindahkan rumah Joglo yang dibuat tahun 1941 dari Jogja ke Cibubur. Lalu di pintu masuknya dipasang gebyok berukir yang usianya sudah 20 tahun.
Selain bangunan resto yang tampil beda untuk wilayahnya, demikian juga perabotannya. Meja-mejanya menggunakan bantalan kereta api. Bahan bangkunya juga berasal dari kayu jati bekas. Ada juga bangku rotan. Sementara kalau diperhatikan, di sekeliling halaman terdapat tiang-tiang penerang berbahan jati yang merupakan bekas pembajak sawah. Perangkat membajak tersebut masih lengkap dengan singkal cangkulnya yang juga terbuat dari kayu jati, bukan besi.
Dan menu yang disajikan tentu sesuai namanya. Yakni masakan Jawa seperti: Nasi Gudeg lengkap dengan krecek telor, Nasi Lele Mangut yang juga dipadukan dengan krecek telor, Nasi Rawon dengan telor asin dan kerupuk udang, empal balado, bakmi godog dan beberapa lainnya.
Sajian yang menggugah selera itu ditemani teh tubruk yang istimewa karena berisi 4 jenis bunga, atau teh NasGiTelPet (panas wangi legit kental dan sepet) yang berwarna merah teh. Ada juga teh Kraton yang racikannya terdiri dari rempah, bunga rosella dan bunga telang. Untuk minuman dingin, ada cendol Ayu Ireng Manis yang menggunakan susu, bukan santan.
Untuk cemilannya ada lupis, pisang goreng, tempe mendoan, bakwang jagung dan banyak lagi. Dan sudah pasti kopi ada kopi Arabica dan Robusta. Semuanya bisa dinikmati setiap dari pukul 10 pagi hingga 10 malam. Untuk Sabtu dan Minggu, bisa lebih awal karena café resto buka sejal pukul 7 pagi.
Penulis : Delrino Kamaroedin.
Editor : Siti Nurbaiti
Foto Foto : Delrino Kamaroedin.
Leave a Reply