Waroeng Belik Tempat Makan di Tepi Sawah

Tak jauh dari pusat kota Yogyakarta ada tempat makan dengan pemandangan hamparan sawah. Duduk di saung-saungnya yang teduh, sangat menenangkan. Apalagi sambil menikmati masakan ndeso: nasi dengan tempe bacem, ayam goreng dan sayur lompong. 

Waroeng Belik nama tempat makan itu. Berada di Jalan Kaliurang km 8, Ngaglik, Sleman. Luas lahannya 4.600 meter persegi. Dari jumlah itu, 2.600 meter persegi merupakan area hijau. Yaitu sawah yang ditanami padi dan tanah tegalan yang ditumbuhi tanaman semak dan pohon-pohon yang rindang. Ada juga kebun-kebun yang ditanami  cabe, tomat dan sayur mayur.

Dalam bahasa Jawa, belik artinya sumber atau mata air. Di sekitar area rumah makan memang terdapat beberapa spot yang terus mengeluarkan air, bahkan di musim kemarau. “Awalnya sebagian sawah yang kami miliki akan dikeringkan untuk diletakkan bangunan joglo dan limasan di atasnya,” Raja Henny Suryani, pemilik Waroeng Belik, menceritakan mula pembangunan tempat usahanya sekitar enam tahun lalu.

Rencana itu urung setelah mereka mengetahui  di area persawahan juga terdapat titik sumber air. Maka bangunan-bangunan limasan dan joglo yang direncanakan, diletakkan di lahan-lahan tegalan yang tidak terdapat sumber air. Demikian juga dengan  taman duduk-duduk, saung, bangunan kandang hingga musholla, galeri dan area parkir. Satu persatu bangunan-bangunan itu  ditata mengikuti kontur tanah.

Lalu di lahan-lahan di antara bangunan dan pondok-pondok, ditanam berbagai pohon perindang seperti  pohon maja, tabebuya, pule dan beringin serta pohon  buah-buahan di area belakang warung. Kini, tamu-tamu yang berkeliling area, selain menemukan pohon-pohon besar, juga akan mendapatkan  tanaman jeruk, jambu kristal, terong hingga cabe yang menjadi bahan masak dari menu-menu yang disajikan.

Taman makin terlihat indah karena di antara beberapa pondokan terdapat kolam-kolam yang di dalamnya ditebar benih ikan. Namun fitur air di Waroeng Belik tak hanya kolam-kolam yang cantik. Tapi juga selokan-selokan kecil yang berkelok mengikuti jalur jalan setapak menuju saung-saung, pondokan atau rumah kandang. Di beberapa sudut taman juga terdapat pula air mancur mini yang gemericik suaranya menentramkan.

Tamu bebas memilih tempat untuk duduk dan menikmati hidangan. “Hidangan khas kami merupakan menu-menu yang ndeso: lodeh tempe lombok ijo, lodeh lompong, oseng-oseng jantung pisang,”  Raja Henny Suryani menjelaskan. Atau menu seperti oseng-oseng daun pepaya, mangut iwak pe, mangut lele, nila goreng dengan sambal bawang dan banyak lagi. Menu-menu yang banyak dipilih  saat makan siang.

Untuk sore hari, tempat makan yang buka pukul 08.00 hingga 21.00, ini punya menu  seperti  bakmi Jawa, mie godog, bihun goreng dan magelangan. Ada juga bermacam gorengan yang baru digoreng saat dipesan: pisang goreng, mendoan, singkong goreng dan jadah. Minumannya  juga khas antara lain kunyit asem, wedang uwuh, teh poci atau kopi tubruk.

Semua itu dimasak di dapur yang terdapat di bangunan utama warung yang dirancang dengan konsep terbuka. Tamu bisa menyaksikan ibu-ibu juru masak menyiapkan dan meracik semua bahan yang akan dimasak dan mengolahnya. Proses memasak di dapur menggunakan kayu api, menjadi pertunjukkan yang sangat dinikmati para tamu sembari mereka memilih menu-menu yang disajikan di atas wajan-wajan dan panci-panci tanah liat yang terkesan jadul.

Dekorasi bangunan utama Waroeng Belik memang ditata kental dengan nuansa tempo doeloe. Di dalam  bangunan berbentuk limasan itu, tamu-tamu tak hanya disajikan pemandangan wadah-wadah tanah liat atau dandang dengan kukusan bambu. Di sana terdapat perabotan yang membawa seseorang ke suasana rumah Jawa di sebuah desa di tepi sawah:  bangku-bangku panjang dan meja jati, bufet tua, kursi babon angkrem, patung sepasang pengantin Jawa, beberapa motor kuno hingga lampu petromaks.

Penulis      : Delrino K

Editor        : Siti Nurbaiti

Foto Foto  : Delrino K

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *